Efusi pleura yang di kenal awam dengan paru-paru basah sering disamakan dengan pnemuonia atau infeksi paru-paru. Banyak anggapan sering tidur dilantai sebagai penyebab paru-paru basah dikarenakan kelembaban di lantai terserap masuk ke paru-paru. Padahal bukan demikian, konsentrasi kuman lebih padat pada udara 10 cm di atas lantai, sehingga lebih berpotensi sebagai sumber infeksi. Pola hidup dan lingkungan tempat tinggal tak sehat serta kurangnya asupan gizi merupakan salah satu cara mudahnya kuman masuk ke dalam saluran pernapasan.
Infeksi di paru diiringi dengan keradangan yang menghasilkan cairan di kavum pleura, apabila dibiarkan volume cairan bertambah. Hal inilah yang disebut efusi pleura. Jadi cairan tidak masuk ke dalam jaringan paru tapi di luar paru. Gejala efusi pleura ditandai sulit bernapas, sesak napas dan rasa berat di dada yang terkena paru basah, karena paru tertekan oleh cairan yang mengisi kavum pleura.
Gejala lainnya tergantung penyebab efusi pleura, paling sering karena tuberkulosis sehingga bersamaan dengan gejala tuberkulosis yaitu batuk berdahak, nafsu makan turun, panas badan meriang, badan lemah dan keluar keringat sore hari. Efusi pleura karena tuberkulosis biasanya sering terjadi pada usia muda, sedangkan pada usia lanjut sering kali di sebabkan proses keganasan , baik kanker paru maupun metastasis dari keganasan organ lainnya seperti kanker payudara.
Untuk menentukan penyebab efusi pleura, diperlukan analisis cairan plura. Bila diketahui cairan pleura eksudat atau hemoragis biasanya di sebabkan infeksi seperti tuberkulosis atau pneumonia, proses keganasan, infark paru dan kelainan autoimun seperti SLE dan artristis rheumatoid. Dan manakala cairan pleura diketahui transudat biasanya penyakit penyebab efusi pleura adalah hipoalbuminemia pada sirosis hepatis atau ganguan hati dan pada gagal ginjal kronis serta gangguan pompa jantung (peningkatan tekanan hidrostatik) pada gagal jantung. Biasanya efusi pleura transudat terjadi pada kedua paru atau bilateral.
Efusi pleura yang disebabkan trauma pada toraks dinamakan hematotoraks, bedanya dengan efusi hemoragik pada hematotoraks kadar hemoglobin lebih tinggi. Efusi pleura yang mengalami supurasi, cairan pleura berubah menjadi pus atau nanah, dinamakan empyema. Biasanya empyema primer terjadi pada penderita kencing manis, dan empyema sekunder bisa terjadi karena pengambilan cairan sebelumnya yang kurang steril.
Pengambilan cairan pleura atau pleura/torasentesis harus segera di lakukan untuk menghindari proses organisasi atau timbulnya endapan cairan pleura(kerak). Dalam waktu 2 minggu cairan pleura akan menjadi kerak ibarat kuah soto di dalam panci yang tidak di panasi. Selain pengambilan cairan pleura di berikan pengobatan primer efusi pleura.
Apabila disebabkan tuberkulosis tentunya di berikan pengobatan tuberkulosis, namun kalau di sebabkan proses keganasan cairan sulit di bendung. Dalam waktu 1-2 hari setelah dilakukan torasentesis terjadi lagi penumpukan cairan, sehingga diperlukan tindakan pleurodesis atau melekatkan pleura viseralis dan parietalis sebagai upaya mengendalikan cairan pleura. Pengambilan cairan pada empyema dan hematotoraks tidak cukup dengan pungsi pleura biasa, diperlukan pemasangan drainage toraks dengan tujuan evakuasi cairan dapat lebih sempurna.____oleh Dr. Atok Irawan, Sp.P
Monday, January 18, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment