Pengertian kekerasan seksual pada anak adalah pemuasan seksual dengan obyek anak oleh orang dewasa atau setidaknya pelaku lebih tua 5 tahun. Bentuk kekerasan seksual dengan sentuhan yaitu memegang tubuh, menyuruh memegang alat kelamin dan memerkosa (oral, anal, vaginal) maupun tanpa sentuhan yaitu memperlihatkan gambar porno atau alat kelamin, mempertontonkan aktivitas seksual serta bicara porno.
Menurut LPA Jatim, kasus perkosaan pada anak tahun 2004 terdapat 272 kasus, tahun 2005 sejumlah 456 kasus. 65% berumur kurang dari 25 tahun, 52% berusia kurang dari 19 tahun dan 7,9% berumur kurang dari 10 tahun.
Dampak psikologis pascaperkosaan fase akut berupa gejala emosional yaitu cemas, takut, depresi bahkan bisa sampai terjadi gangguan jiwa. Sepertiga korban masih merasakan ketakutan dan bayangan buruk sampai akhir tahun pertama setelah kejadian. Dampak jangka panjangnya seperti bom waktu, anak mengisolasi diri atau mengurung diri, takut bertemu orang, takut sendirian dan cemas berlebihan. Tetapi pada keadaan tertentu korban justru menikmati hubungan seksual tersebut.
Tingkat kecemasan korban lebih tinggi bila korban mengenal pelaku, mengalami penganiayaan dan ancaman, terjadi penetrasi seksual, hubungan korban tidak dekat dengan ibunya dan korban menutup diri. Beberapa kondisi sosial yang dapat membuahkan kekerasan seksual pada anak :
1. Fenomena anak jalanan (anjal). Anak jalanan berpeluang menjadi korban kekerasan seksual dengan kondisi tanpa perlindungan, pengayoman, berkelana, mudah dibujuk dan dimanfaatkan.
2. Eksploitasi seks pada anak diperjualbelikan(Traficking). Alasan ekonomi, dianggap bebas penyakit menular seksual (PMS), disukai pelanggan. Di daerah wisata sering terjadi Child sexual abuse oleh wisatawan asing.
3. Membanjirnya informasi melalui media massa . Lemahnya peran yang berwajib dalam peredaran produk-produk pornografi seperti VCD atau internet. Lemahnya pengawasan orang tua, sehingga anak bebas menikmati tayangan tersebut.
4. Keadaan luar biasa misalnya pengungsian.
Beberapa upaya pencegahan meliputi :
1. Memperkuat fungsi keluarga sebagai pengayom anak.
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam memberi pedidikan seks kepada anak.
3. Pengawasan yang baik di lembaga-lembaga pendidikan, asrama dan panti.
4. Kebijakan dan peraturan pemerintah yang memihak anak.
5. Penegakan hukum berupa tindakan tegas untuk pelaku.
6. Meningkatkan hubungan sosial yang baik di masyarakat.
Penanganan secara khusus berupa konseling dan adanya Crisis Centre amat diperlukan. ------>Oleh Dr. Wuryaning, SpKJ.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment